Hampir setiap Nabi dan rasul dikisahkan mengalami hal Ini

Setiap orang dapat dipastikan bahwa suatu kebenaran harus dibuktikan agar semakin yakin (valid). Memang, ketika kebenaran diuji maka hasilnya bisa semakin yakin atau malah sebaliknya ragu-ragu dan tidak percaya. Itu makanya manusia diberi akal oleh Allah agar berfikir dan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kemudian hati yang menentukan apakah yakin atau tidak yakin.

Bila diperhatikan di dalam Al-Quran, dimana dialog antara nabi dan kaumnya maka ketika nabinya menyampaikan suatu kebenaran maka kaumnya menanggapi dengan pertanyaan dan permintaan. Hasilnya percaya atau tidak percaya. Menerima atau tidak menerima.

Begitu juga dengan dialog Antara Tuhan dengan para malaikat ketika berfirman soal khalifah lalu malaikat mempersoalkan kehendak Tuhan tersebut. Akhirnya malaikat percaya setelah Tuhan membuktikan bahwa apa yang dikehendakiNya tidak keliru.

Jadi, percaya atau tidak percaya mesti melalui uji kebenaran terhadap suatu kebenaran. Apakah memang kebenaran atau pembenaran. Maka dialog-dialog di dalam Al-Quran itu mengandung pelajaran penting agar mengaktifkan akal dan hati terhadap suatu kebenaran. Bukan sekadar menerima tanpa bukti. Ini berlaku untuk semua, termasuk nabi dan malaikat sekalipun.

Sebagai seorang nabi dan rasul Allah, semestinya tidak menerima kebenaran begitu saja dari Tuhan agar bisa menjelaskan kepada ummatnya ketika mempersoalkan dan mempertentangkan. Dan ini baik dan sudah semestinya. Jadi soal iman bukan sekadar percaya begitu saja tanpa kritis.

Nabi Ibrahim as. misalnya pernah mengalami “pencarian Tuhan” melalui pengamatan bintang, bulan dan matahari yang dianggapnya semula masing-masing adalah Tuhan. Tetapi akal dan hatinya kompak bahwa yang menciptakan ketiganyalah Tuhan sesungguhnya. Dan nabi Ibrahim as. juga sempat meragukan soal hari berbangkit lalu dibuktikan dengan penyembelihan 4 ekor burung dan dengan tepukan beliau burung-burung disembelihnya tadi hidup kembali seperti semula.

Uzair juga pernah mengalami demikian ketika beliau berjalan di kampung mati lalu beliau ditidurkan/dimatikan selama 100 bersama keledainya. Akhirnya dihidupkan kembali seperti sedia kala.

Nabi Musa as. mengalami yang serupa beda kasus. Ketika beliau berdialog dengan Tuhan di gunung Sinai. Disitu beliau meminta kepada Tuhan agar menampakkan diriNya. Tetapi nabi Musa tidak mampu dan pingsan.

Begitu juga nabi Muhammad saw. Melalui peristiwa Isra` Mi`raj. Meskipun ada yang mengatakan bahwa dalam rangka menghibur nabi atas meninggal istri dan pamannya tetapi juga mengandung hikmah (pelajaran) untuk meyakinkan tanda-tanda kebesaran Allah dengan memperjalankannya dari masjidil haram ke masjidl aqsha dan naik ke shidratul muntaha lalu turun ke bumi menjelang shubuh dalam satu malam.

Sedangkan nabi-nabi lainnya memang tidak diceritakan pengalaman sebagaimana ketiga nabi tersebut. Tetapi jangan lupa bahwa ummatnya minta pembuktian melalui mu`jizat itu sebagai pembuktian kebenaran Allah. Sekira ummatnya tidak “nyinyiran” minta mu`jizat maka sudah dipastikan tidak ada. Persoalannya kan kemudian percaya atau tidak percaya.

Dengan demikian, tidak semestinya bila ada orang yang tidak percaya terhadap kebenaran yang disampaikan lalu dikatakanlah ia kafir. Padahal dirinya ingin yakin dengan melihat bukti kebenarannya. Itu artinya Islam tidak alergi dengan sikap kritis. Kalau tidak ada yang dipertanyakan bagaimana mungkin Al-Quran sebagai petunjuk. Wallaahu a`lam

No comments:

Post a Comment

Hijrah mengingatkan bahwa manusia itu makhluk dinamis dan bukan statis

Manusia adalah makhluk bergerak sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Itu makanya diberi kaki untuk berjalan, berlari dan melompat. Gun...