Ketika amalanmu dikoreksi oleh orang lain

Sudah sifat manusia bila ditegur dan dikoreksi tentang dirinya, apakah itu penampilannya atau ucapannya atau perbuatannya maka reaksinya pasti tidak suka, marah bahkan menolaknya.

Biasanya yang menimbulkan reaksi tidak suka itu adalah dari segi cara maupun isinya. Dan umumnya orang-orang pasti menolak dari segi caranya yang dianggap tidak etis dan tidak sopan. Ini biasanya karena faktor usia, kedudukan dan ilmu (pengetahuan) bagi si penerima teguran. Apalagi yang mengoreksi dianggap masih muda, tidak punya kedudukan (awam) dan dangkal ilmunya.

Dalam Islam soal tegur menegur, koreksi dan mengoreksi, nasehat menasehati dan seterusnya yang intinya saling mengingatkan adalah keniscayaan dan bahkan hukumnya wajib. Karena manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan lupa. Makanya di dalam Al-Quran surah Al Ashr ditegaskan sungguh merugi manusia itu bila tidak ada iman, amal shaleh dan tidak saling mengingatkan.

Memang terkadang yang menegur ini niatnya ada dua; Memang tulus untuk memperbaiki orang atau memang ingin mengusik (mengganggu). Itu tergantung bagaimana cara si pemberi teguran dan pandangan yang menerima saran (teguran).

Ketika amalan seseorang dikoreksi maka biasanya bereaksi :
1. Menerima bila yang mengoreksi adalah dianggap tokoh atau yang dituakan. Sehingga tidak ada penolakan sama sekali bagi yang menerima koreksian itu.

2. Menolak bila yang mengoreksi adalah dianggap bukan tokoh apalagi usianya dianggap lebih muda daripada si penerima koreksian. Akhirnya pasti ditolak habis-habisan. dianggap kurang ajar dan mesti banyak belajar lagi.

Kalau boleh kita kembali kepada bagaimana perjuangan dakwah nabi saw. di Makkah bahwa beliau menerima penolakan yang luar biasa dari masyarakat Makkah. Apalagi di kota itu adalah kota kelahirannya dan tokoh yang terkenal menolak dakwah beliau adalah Abu Lahb yang kebenarannya adalah paman kandung beliau sendiri. Nah dari situ jelas sudah bahwa penolakan Abu Lahb terhadap dakwah nabi adalah karena faktor usia dan kedudukan. Dimana Abu Lahb menganggap bagaimana mungkin seorang keponakan menasehati pamannya sendiri.

Jadi, soal penolakan itu memang sudah menjadi kebiasaan bila dikarenakan faktor usia, kedudukan dan ilmu. Maka semestinya bagi si penerima teguran itu bijaksana menyikapi terhadap siapa yang menegurnya tanpa memandang faktor usia, kedudukan dan ilmu.

Kalaupun memang dianggap benar-benar keliru bagi si pemberi teguran maka semesti tidak buru-buru ditolak, Lihat substansi (isi)nya. Bila memang harus diluruskan maka luruskanlah dengan cara arif dan bijaksana. Bukan malah "menelanjanginya" dengan mengatakan "kau tau apa". "belajar sana". "dasar bahlul" dan seterusnya. Kalau demikian maka apa bedanya dengan orang-orang yang tidak mengenal agama yang mana dalam sebuah hadits disebutkan bahwa "AGAMA adalah NASEHAT". Wallaahu a`lam bishsowab.

No comments:

Post a Comment

Hijrah mengingatkan bahwa manusia itu makhluk dinamis dan bukan statis

Manusia adalah makhluk bergerak sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Itu makanya diberi kaki untuk berjalan, berlari dan melompat. Gun...