Sebelum berdakwah, nabi "diisi pikirannya" oleh Tuhan

Penulis sadar betul bahwa judul artikel ini bagi sebahagian orang dianggap "kelancangan" dari kebiasaan orang belajar ilmu agama dari yang biasa saja tanpa kritis dan tajam. Karena penulis melihat hari-hari ini ummat diberikan kajian yang biasa saja tanpa ada action yang nyata sebagaimana telah dicontohkan oleh nabi dan para sahabat.

"Kelihatan sekali bahwa Tuhan menghendaki rasulNya supaya "pintar" menguasai ilmuNya dan sebagai upaya bekal pikiran untuk menghadapi ummatnya yang akan menghadang dan menolak dakwahnya."

Lihat saja bagaimana nabi saw. membangun "akal sehat" masyarakat Mekkah yang ketika itu larut dalam penyembahan berhala dan amoral. Di Madinah nabi saw. bersama sahabat menjalin kebersamaan antar ummat beragama membangun peradaban manusia. Kemudian dilanjutkan oleh para sahabat "menyempurnakan" teknis beragama dengan prinsip agama yang telah sempurna disampaikan oleh nabi saw. ditandai haji wada` sebelum akhirnya beliau kembali menghadap sang ilahi, Allah swt.

Menurut sejarah bahwa pada usia nabi Muhammad saw. tepatnya 40 tahun, beliau menerima wahyu Allah melalui Malaikat Jibril as. yang pertama yaitu Quran Surah Al-Alaq ayat 1-5
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 

Mungkin sebahagian orang tidak menyangka bahwa semestinya nabi saw. menerima perintah dakwah sebagai bukti kerasulannya dan menerima perintah ibadah maghdhah (khusus) dan sebagainya. Tetapi yang diterima nabi pertama kali dari Tuhan justru wahyu IQRA` (bacalah dan kaji dirimu dengan pikiranmu).

Poin ayatnya adalah nabi dituntut untuk mengisi pikirannya sebelum berdakwah kepada manusia yang ketika itu dalam kondisi jahiliyah (zaman kebodohan dari segi keyakinan dan akhlak). Dimana ayat itu ada perintah baca dan mengenal diri sebelum mendakwahkan orang lain.

Jauh sebelumnya ketika nabi Adam as. hendak dijadikan Allah sebagai khalifah bumi (petugas bumi) bahwa nabi Adam as. juga diisi pikirannya oleh Allah swt. dengan ilmu pengetahuan. 2:31

Begitupula dengan nabi-nabi yang lain seperti nabi Ibrahim as ketika beliau bingung mencari Tuhannya sebagai upaya mengisi pikirannya sebelum berdakwah.

Kelihatan sekali bahwa Tuhan menghendaki rasulNya supaya "pintar" menguasai ilmuNya dan sebagai upaya bekal pikiran untuk menghadapi ummatnya yang akan menghadang dan menolak dakwahnya.

Dengan demikian, ketahuanlah bahwa Iman itu berdasarkan akal pikiran yang sehat. Hati bagian dari pikiran. Keduanya boleh jadi "translate" bahasa. Meski sebahagian orang menganggap bahwa akal dan hati itu dua anggota tubuh yang terpisah. Padahal bila dibaca dan dipikir dengan jujur maka akal dan hati itu adalah sama.

Soal beriman tidak beriman itu bukanlah dipikiran. Tetapi kehendak si makhlukNya dengan dasar syahwat bukan nafsu. Karena nafsu adalah jiwa. Ditambah dengan dorongan syaitan yang bertugas menghalang-halangi manusia dari jalan Allah swt.

Sebenarnya banyak hal bahwa dakwah itu berdasarkan akal sehatnya para sahabat lalu dikembangkan melalui disiplin yang bertujuan mengurai kebenaran kitab Tuhan (Al-Quran) agar ummat mudah memahami dan menerima kebenaran (Tuhan). Bukan melahirkan kebenaran baru. Karena kebenaran itu absolut.

Maka untuk memantapkan keimanan itu, isilah pikiran dengan mempelajari secara utuh Al-Quran sebagaimana dicontohkan nabi, para sahabat, dan para ulama sebelum kitab-kitab manusia agar hasil akhirnya mengakui dan menerima sepenuhnya kitab Allah swt. sebagai petunjuk manusia. Tetapi hari-hari ini akal pikiran itu "dibunuh" oleh orang2an yang membedakan dengan hati. Wallaahu `alam

No comments:

Post a Comment

Hijrah mengingatkan bahwa manusia itu makhluk dinamis dan bukan statis

Manusia adalah makhluk bergerak sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Itu makanya diberi kaki untuk berjalan, berlari dan melompat. Gun...