Sebagaimana doa orang Islam bahwa setiap akhir doanya ditutup dengan
"Robbanaa aatinaa fid dun yaa hasanatan wa fil aakhirooti hasanatan wa qinaa `adzaa ban naar” . Ya Allah, berilah kami kebahagiaan dunia dan akhirat. Peliharalah kami dari siksa neraka."
Maka atas dasar inilah semestinya beramal hendaknya memperhatikan manfaat dan pahalanya.
Manfaat yang dimaksud adalah dampak positif dan keuntungan yang membawa kebaikan diri dan ummat di dunia ini. Seperti tertolong dan terselamatkannya kondisi anak yatim, fakir miskin, orang-orang lemah dan yang membutuhkan perhatian. Berkurangnya maksiat. Terciptanya keadilan dan kedamaian. Intinya, manfaatnya mendatangkan kebaikan bagi semua orang.
Sedangkan pahala adalah keuntungan akhirat sebagai “tiket” masuk surga. Hal ini sangat jelas bila amal shaleh dengan dasar iman. Dengan iman inilah ada pahalanya. Dan pahala ini mutlak diberikan Allah swt. berbeda dengan beramal shalehnya orang-orang yang tidak beriman, mereka tidak berhak mendapat pahala dan akibatnya sia-sia dan merugi di akhirat.
"Manfaat yang dimaksud adalah dampak positif dan keuntungan yang membawa kebaikan diri dan ummat di dunia ini. Seperti tertolong dan terselamatkannya kondisi anak yatim, fakir miskin, orang-orang lemah dan yang membutuhkan perhatian. Berkurangnya maksiat. Terciptanya keadilan dan kedamaian. Intinya, manfaatnya mendatangkan kebaikan bagi semua orang."
Persoalannya adalah bagaimana yang disebut beramal shaleh yang ada manfaat dan pahalanya ? Adakah amal shaleh itu hanya sekadar mendapat pahala saja ? atauIdealnya adalah mesti dapat manfaat dan pahalanya bila dikaitkan dengan doa yang dibacakan tadi. Subtansi pada ibadah dan amal shaleh itu dikeluarkan dan dinyatakan.
1. Dengan A-Quran bukan sekadar membaca teks ayat sampai khatam saja. Tetapi berusaha menambahnya dengan mengetahui makna kandungan di dalamnya melalui terjemahan dan tafsirnya. Sehingga Al-Quran benar-benar sebagai pedoman dan petunjuk manusia. Bukan hanya untuk kalangan tertentu.
2. Dengan Shalat awal waktu dan berjama`ah maka yang bersangkutan mampu menghasilkan disiplin waktu dan bekerja serta beribadah, serta tumbuh rasa kebersamaan/ukhuwah. Meskipun beda organisasi sosial, masyarakat dan politik tetapi mempunyai tujuan yang sama dan tidak berpecah belah.
3. Dengan puasa maka kesabaran dan kepedulian sosialnya semakin meningkat
4. Dengan zakat, infak dan sedekah maka berusaha bergiat mencari harta yang banyak lagi halal untuk memenuhi kebutuhan diri dan orang banyak, termasuk keluarganya
5. Dengan haji maka berusaha mempelajari ilmu agama yang selama ini hanya didapat di negerinya yang ada di dalamnya bercampur tradisi setelah mengetahui agama dimana dilahirkan (Makkah Madinah).
6. Dengan berakhlak mulia maka memberi contoh tauladan tanpa dibuat-buat dan minimal mengurangi tingkat amoral di masyarakat.
Sekilas mungkin biasa dan terlalu normatif. Tetapi kalau mau jujur melihat realita di lapangan bahwa semangat beribadah dan beramal shaleh kurang memberi dampak positif di masyarakat. Buktinya kemiskinan semakin tinggi, statistik kemurtadan semakin mengkhawatirkan, kehadiran rumah ibadah kurang berperan untuk kepentingan masyarakat. Bahkan cenderung sepi jama`ah, dan sebagainya.
Padahal bila merujuk kepada nabi dan para sahabat bahwa merekalah yang duluan mengenal Islam dan kemudian di tangan mereka banyak manfaat yang diberikan untuk membuktikan bahwa Islam itu memperadabkan manusia dengan berbagai prestasi-prestasi keummatan dan kebangsaan. Seperti ekonomi Islam mampu bersaing, ilmu pengetahuan berkembang dan bisa disejajarkan dengan orang lain. Hal ini dapat kita lihat di masa-masa, khulafaurrasyidin, kerajaan-kerajaan Islam Umayyah, Abbasiyah, Ayyubiyah dan seterusnya.
Jadi, menurut penulis bahwa hari-hari ini sebahagian besar ummat Islam cenderung stagnan bahkan semakin kalah saing dengan orang di luar Islam. Lihat saja pasar global hari ini siapa yang menguasai.
Maka yang mesti dilakukan dan dibenahi adalah hendaknya ummat Islam kembali “bangkit” bersama-sama membangun peradaban yang bukan sekadar beradab di bidang agama saja. Minimal meneladani semangat nabi dan para sahabat dalam membangun peradaban berangkat dari nilai-nilai amal shaleh. Yang mana amal shaleh bukan sekadar rutinitas menghilangkan kewajiban semata tetapi benar-benar bermanfaat di dunia dan berpahala di akhirat. Kata kuncinya ; hilangkan kejumudan (beku) soal agama, disamping merawat hati juga merawat akal. Kalau tidak demikian, maka pantaslah Allah menyuruh memperhatikan bagaimana gambaran orang-orang pendusta agama sebagaimana termaktub dalamm Quran Surah Al-Maaun. Wallahu `alam.
No comments:
Post a Comment