Tauhid bukan hanya soal keEsaan Zatnya

Sebagai manusia makhlukNya, memang semestinya mengakui keesaan Allah swt. Tiada Tuhan melainkan Dia semata. Dan yang mengakui keesaan Allah hanyalah orang-orang yang beriman dan bertakwa kepadaNya.

Namun soal Tauhid ini bukan hanya soal keesaanNya saja, tetapi menggambarkan Tauhid secara utuh yang telah diterangkan dalam surah Al-Ikhlas. Sebagaimana Allah berfirman;
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Berdasarkan surah ini bahwa Tauhid itu ada 4 unsur;
1. ZatNya Esa. Zat yang dimaksud bukan benda atau makhluk tertentu. Tetapi ungkapan yang tidak bisa disebut namun mesti diucapkan. Dengan kata lain, bukanlah zat cair dan padat. Tetapi Zat tanpa embel-embel.  Biarkan saja begitu.
2. Segala amal dan permohonan tertuju kepadaNya.
3. Tidak berketurunan seperti layak makhlukNya.
4. Tidak sama dengan makhlukNya dan apalagi tidak ada yang bisa menandingiNya.

Inilah pokok-pokok atau unsur Tauhid yang benar, yang bersumber dari kitabNya Al-Quran.

"bila ingin mempelajari ketauhidan maka jangan langsung melalui orang-orangan atau kitab-kitab “orang-orangan” atau disiplin ilmu Tauhid. Namun pelajari dulu dari sumbernya Al-Quran. Karena Al-Quran berasal dari kalamNya. Dan tidak ada keraguan di dalamnya kecuali bagi orang yang bertakwa."

Maka penulis menyarankan kepada pembaca bahwa bila ingin mempelajari ketauhidan maka jangan langsung melalui orang-orangan atau kitab-kitab “orang-orangan” atau disiplin ilmu Tauhid. Namun pelajari dulu dari sumbernya Al-Quran. Karena Al-Quran berasal dari kalamNya. Dan tidak ada keraguan di dalamnya kecuali bagi orang yang bertakwa.

Tidak sedikit penulis menemukan realita di lapangan bahwa ada sebahagian orang-orangan mempelajari Tauhid malah dari orang-orangan yang dianggap “shaleh” dan “wara`” tanpa mengetahui dahulu dari sumbernya Al-Quran. Akibatnya tidak sedikit dalam pemahaman dan praktiknya malah menyimpang dari ketauhidan itu sendiri.

Dalam hal ini, penulis tidak akan memberikan contoh-contoh yang dimaksud di atas. Dikhawatirkan menimbulkan fitnah dan tuduhan-tuduhan. Biarlah pembaca menebak-nebaknya. Kisi-kisinya sedikit penulis ungkapkan bahwa tidak sedikit dari hasil mempelajari Tauhid dari orang-orangan mengandung unsur “mistis” dan “mengkultuskan” orang-orang yang dianggap “shaleh”, “wali” dan “wara`”. Begitulah lebih kurang yang dapat penulis beri kisi-kisinya. Realitanya begitu.

Padahal kalau mau dilihat bagaimana para penulis dan pengarang kitab Tauhid itu, mereka hafal dan menguasai kandungan Al-Quran sebelum mengarang kitab Tauhid. Mengarang yang dimaksud bukan mengada-ngada, tetapi menguraikan apa yang telah diketahuinya dari Al-Quran.

"Nabi dan para sahabat mengetahui dan memahami Tauhid tidak melalui kitab orang-orangan tetapi langsung dari Al-Quran. Sehingga di tangan mereka peradaban Islam ada dan jaya."

Disinilah dalil sebahagian orang-orangan bahwa untuk apa “capek-capek” mengetahui langsung dari Al-Quran, kan dalam kitab Tauhid sudah ada dalil-dalil Al-Quran. Di satu sisi memang tidak salah anggapan tersebut. Tetapi dari sisi lainnya bermasalah. Dan permasalahannya terkadang dalam kitab tersebut (Ilmu Tauhid) ada pendapat-pendapat penulisnya yang bukan berarti “lancang”, meragukan kapasitas dan kemampuan ijtihadnya. Tetapi alangkah lebih baiknya pembaca membacanya dan apabila dimungkinkan “merevisi” atau “melengkapi” pendapatnya agar khasanah ilmu pengetahuan tidak berhenti sampai disitu. Karena kalau tidak, jadilah pengekor pendapat tanpa kritis. Padahal Akal, Pendengaran dan Penglihatan dikasih sama oleh Sang Maha Pencipta.

Simpelnya adalah Ayat yang dibaca boleh sama teks dan terjemahannya. Tetapi tafsir boleh jadi sedikit berbeda, sesuai dengan suasana fikiran dan situasi yang ada. Dan hendaknya tradisi keilmuwan yang merupakan bagian dari peradaban Islam yang hari-hari ini semakin redup dan kalah saing dengan umat lain mesti bangkit dan berjaya kembali. Sebagai gambaran jelasnya adalah Nabi dan para sahabat mengetahui dan memahami Tauhid tidak melalui kitab orang-orangan tetapi langsung dari Al-Quran. Sehingga di tangan mereka peradaban Islam ada dan jaya. Walaahu a`lam

No comments:

Post a Comment

Hijrah mengingatkan bahwa manusia itu makhluk dinamis dan bukan statis

Manusia adalah makhluk bergerak sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Itu makanya diberi kaki untuk berjalan, berlari dan melompat. Gun...